Rabu, 06 Desember 2023

YANG SELALU ADA (BAGIAN 3)

Kopi manis yang menemani Lestari sore itu kini telah sampai pada keputusan akhir dari perjalanan pemikirannya. Keputusan yang selama ini ia tunggu berlabuh di ujung pencarian yang begitu menguras keringat perasaan. Hatinya bertarung tiada henti dengan ego dan logika dengan cukup berat. Menambah dan mengurangi batas toleransi yang terus menerus ia tulis dan hapus berulang kali dikepala. Kadang ia mundur selangkah, kadang ia maju menggebu-gebu. Kini perjalanan itu telah berakhir. Telah berujung. Dan ia mengerti. Bahwa ia tidak akan pernah mampu mengejar takdir yang telah tertulis bukan untuknya. Ia tidak akan mampu mengendalikan apa yang memang tak bisa ia kendalikan. Ia tidak punya kuasa apapun tentang masa depan. Ia tak bisa memiliki kehidupan ini sepenuhnya. Dan ia tidak bisa mengatur kemana perasaannya pergi berlabuh…


Pulau Lemukutan, Bengkayang-Kalbar, Indonesia


Kamis, 30 November 2023

YANG SELALU ADA

Begitulah cinta, ia akan selalu mengisi satu tempat dihati manusia. Tak akan lupa, tak akan terganti. Satu cinta, yang entah itu engkau ambil kesempatannya, atau terlewat begitu saja, dan akhirnya tetap disitu hanya tersimpan di kenang. Selamanya….


                                                      Sunset Pulau Lemukutan, Bengkayang-Kalbar, Indonesia


Senin, 03 Juli 2023

YANG SELALU ADA (BAGIAN 2)

Bagi Lestari, cinta adalah salah satu kekuatan untuk ia menegakkan kaki dengan tegap di bumi ini. Belakangan ia sering merenungi perasaannya sendiri. Memang sering ia melakukan itu. Tapi untuk kali ini, setelah perjalanan puluhan tahun yang melelahkan, ini merupakan sebuah perenungan yang panjang. Perenungan atas kesalahan, atas keinginan, atas kelalaian, atas usaha dalam memahami perasaannya.

Sebuah ungkapan dari seorang penulis yang pernah ia baca dari sebuah buku, bahwa perasaan itu seperti laut, jika sudah tidak terkendali akan menghancurkan. Kalimat itu terus menerus terngiang dalam ingatan lestari. Mengusik memori dalam pikirannya yang kini ia harus renungi.

Lestari telah tiba disebuah persinggahan tempat ia biasa membunuh waktu dengan ditemani pemikiran-pemikirannya. Lengkaplah sudah rasa di hari ini, pikir Lestari. Langkah kaki nya lunglai memikirkan perasaannya. Ia terjebak dalam imaji hatinya sendiri. Kini ia tidak bisa lagi menyadari apa yang ia rasa sesungguhnya.

Mungkin saja, ia hanya jatuh cinta pada imajinasinya sendiri, pikir Lestari. Imajinasi tentang seseorang yang ada dipikirannya saat ini. Bukan jatuh cinta secara penuh, secara nyata. Oleh karena itu, ia tersiksa setiap kali kenyataan yang ada tidak sesuai dengan adegan dikepalanya. Membuat hatinya lebih patah dari patah hati.

Angin sore hari itu sangat sepoi-sepoi. Pikiran Lestari seperti biasa melanglangbuana. Lestari menghela nafas panjang. Cinta yang telah jatuh di dadanya menancap dan ia tak bisa lagi mengelak. Sepanjang waktu ia hanya memikirkan seseorang yang ada dikepalanya….


Jembatan Sungai Kapuas, Pontianak-Kalbar


Rabu, 10 Mei 2023

KENANGAN RINDU (BAGIAN 2)

Secangkir kopi dengan krim bergambar hati itu terletak begitu saja dimeja. Lestari kembali melamun, menatap air hujan yang rintiknya mengalir sedikit-sedikit di kaca jendela. Bukan, bukan karna ia tak berselera pada kopi pesanannya, tapi seperti biasa, kopi, hujan, dan kenangan yang ada didalamnya membuat lestari kembali membuka pintu rindu diruang hati yang ntah itu tak bisa dilupa atau memang sengaja tetap dijaga agar selalu ada.

Tak ada yang tau, bahkan diri nya sendiri pun tak bisa memahami mengapa kenangan itu selalu hadir mengisi memori hidupnya. Namun ia pun tak pernah juga membiarkan kenangan itu pergi dengan sengaja. Beginikah rasanya mencintai? Batin lestari. Ia akan mengisi satu tempat dihati manusia. Tak akan lupa, tak akan terganti. Satu cinta yang ntah itu engkau ambil kesempatannya, atau terlewat begitu saja, dan akhirnya tetap disitu hanya tersimpan dikenang selamanya. Tak pernah sama bisa ia rasakan dengan yang lain. Tak pernah bisa terganti dengan hati yang lain.

Lestari menatap lagi kopi pesanannya, digenggamnya tangkai cangkir kopi itu. Lalu diseruputnya perlahan. Kopi latte dengan manis caramel mengalir lembut diatas lidahnya. Nikmat dan manis, seperti kamu, batin lestari lagi. Kemudian bergenanglah air dikelopak matanya, turun mengaliri pipi dan senyum tipis dibibir lestari. Ia rindu.


Siluet Sunset Pantai Pecal, Ketapang, Kalbar

Sampan Penyebrangan di Keraton Matan Tanjungpura, Ketapang Kalbar



KENANGAN RINDU (BAGIAN 1)

Ketika Rahman menyeruput secangkir kopi dari tangannya, ia menatap diam langit dari atas balkon rumah. Taburan bintang itu menghiasi langit begitu apik. Rahman terlihat ‘seperti’ menikmati aroma langit malam itu. Ya, hanya sepertinya. Mata yang takjub menatap langit, namun ingatannya menggeliat detil pada setiap kenangan yang ditinggalkan Lestari.

Hampir setiap malam mereka menghabiskan waktu di balkon itu. Rahman selalu hafal, jikalau selepas shalat isya Lestari membuatkan kopi, itu berarti ia minta ditemani mengobrol. Setelah menghadapi tumpukan berkas keuangan di kantor, keluh kesah Lestari menjadi hiburan tersendiri untuk Rahman. Terkadang Rahman hanya tersenyum geli melihat omelan manja Lestari dikala ia mengejeknya disela-sela curhatan serius Lestari. Dan keluarlah jurus ampuh Lestari yang membuat Rahman tak berdaya dibuatnya, merajuk. Kalau sudah begitu, apa mau dikata, Rahman juga harus mengeluarkan jurus bujukan pamungkas, peluk cium bertubi-tubi sambil menggelitik mesra perut mungil Lestari. Lalu kemudian tenggelamlah mereka berdua dalam tawa.

Ya, begitulah Lestari, ingatnya kembali. Wanita manja yang sangat ia sayangi. Ntah ini karena rasa rindu, atau hanya sekedar rasa tak bisa melupakan saja. Rahman pun tak pernah bisa memahami ini. Bahkan ia tak punya alasan untuk membenci Lestari. Walau ia tau Lestari pernah mengkhianatinya dengan memadu kasih bersama sahabat karibnya. Tidak. Rahman tidak membencinya. Terlalu banyak kenangan manis yang ditinggalkan Lestari. Rahman tersenyum getir. Bahkan kenangan buruk itupun tak pantas hadir dalam ingatannya, batin rahman.

Orchid Park, Kuching, Malaysia

Orchid Park, Kuching, Malaysia

Orchid Park, Kuching, Malaysia

Orchid Park, Kuching, Malaysia




Jumat, 22 Agustus 2014

KOTA "AMOY"

Woke...
Terakhir saya update blog ini setahun yang lalu. Yeeaahh... lama banget. Dan baru mulai nulis lagi baru2 sekarang ini. Lumayan lamaaaaa.... Kangen? Pastinya.

Diantara banyak alasan kenapa saya lama ga update blog ini karna saya sedang dalam kondisi galau. Galau situasi dan kondisi, alias mengurus kepindahan domisili. Well, urusan tetek bengek birokrasi yang ribet bikin ide melayang hanya diawang2 berbulan2.
Baiklah, biar lebih jelas, saya cerita dikit deh. Saat ini saya berdomisili di kota Pontianak. Kota garis khatulistiwa Indonesia. Masih dalam area Kalimantan Barat sih. Alasannya kenapa? Biar hanya saya dan Tuhan aja ya yang tau hehe. Kota polusi yang sebenernya bikin saya kurang betah. Tapi yaaa mau gimana, demi mencari segenggam emas dan sebongkah berlian, saya mesti betah sodaraan sama kota ini hahaha

Dan yang ingin saya ceritain bukan kota Pontianak nya. Tapi kota Singkawang. Sebuah Kabupaten lain di Kalimantan Barat. Saya ditemani  teman2 motret saya di Borneo Photography (www.borneophotography.org). Menuju Singkawang kami tempuh selama 3 jam dari kota Pontianak. Singkawang itu biasa disebut orang juga kota amoy, karna penduduknya hampir 90% orang cina.

Singkawang punya beberapa tempat wisata. Salah satu yang saya datangi waktu itu adalah danau biru. Kenapa namanya danau biru? Karna airnya memang berwarna biru hehe. Menurut info yang saya dapat, air ini ga boleh dipake buat mandi, karna bisa menyebabkan kulit jadi gatal2. Berikut beberapa jepretan danau biru yang bisa saya abadikan:







Saya penggemar rujak. Dan dari sekian rujak yang pernah saya coba, singkawang juaranya. Rujak Thai Pu Ji. Tempatnya kecil. Tapi banyak yang datang ke Singkawang hanya untuk menyicipi rujak ini. Mesti coba deehh... rasanyooo maknyuuuuuuuuussssssss.....




Setelah dari danau biru dan menikmati beberapa kuliner kota Singkawang, kami pun memutuskan untuk berkeliling2 sejenak menyaksikan kehidupan malam kota Singkawang. Berikut beberapa foto yang berhasil saya abadikan dikala malam.


Masjid Raya Singkawang, Kal-Bar | 2011 

Vihara Tri Dharma Bumi Raya Singkawang, Kal-Bar | 2011


Hmmmm.... pengalaman yang cukup menyenangkan! Selamat menikmati kota Singkawang!



Kamis, 21 Agustus 2014

PULAU SAWI

Pulau yang kabarnya masih virgin ini membuat saya memasukkannya dalam daftar tempat yang wajib saya kunjungi. Dan setelah menunggu sekian lama, lalu beberapa kali rencana yang nyaris batal, akhirnya saya pergi juga mengunjungi pulau ini.

Pulau ini dinamakan Pulau Sawi. Saya pikir orang-orang sekitar saja yang iseng dengan memberikan nama itu. Tapi ternyata tidak, dinamakan Pulau Sawi karna memang dulu pulau itu tempat bercocok tanamnya sawi. Menurut informasi yang saya dapat, Pulau Sawi pada saat itu menjadi tempat produksi sawi terbesar di daerah tersebut. Bahkan sampai mengirim hasil panen mereka ke luar daerah. Namun karna seiring dengan perkembangan jaman, masarakat di Pulau ini mulai kehilangan pasar. Produksi sayur sawi mudah didapat dimana saja. Hingga pada akhirnya masyarakat Pulau Sawi tidak lagi bercocok tanam sawi, sehingga mereka (penduduk Pulau Sawi) mengalihkan matapencaharian mereka.

Pulau ini dihuni kurang lebih tiga puluh kepala keluarga. Rata-rata penduduk bermatapencaharian sebagai nelayan. Ada juga beberapa yang mengolah kelapa menjadi minyak goreng. Ntah dari tahun berapa mereka menghuni pulau ini. Yang jelas, tidak seperti kota kebanyakan yang penduduknya terus bertambah dari tahun ke tahun. Banyak generasi baru pulau ini yang pindah merantau ke kota dan memilih untuk menetap disana. Yaa… Nggak banyak sih info yang saya dapat tentang Pulau Sawi. Saya terlalu terbuai dengan pulau ini. Harap maklum ya, hehehe. Kalau mau tau lebih banyak, saran saya langsung datang saja ke lokasi.

Petualangan ini tentunya tidak saya lakukan sendiri. Bersama temen-temen Ketapang Photographer Community (KPC), perjalanan kami tempuh dalam waktu dua jam dari kota Ketapang menuju desa Sei Tengar. Kami merasa beruntung hari itu, karna cuaca panas mengiringi perjalanan kami, walaupun paginya hujan deras sempat membasahi kota beberapa jam.

Sei Tengar adalah sebuah Desa kecil di kecamatan Kendawangan, tempat singgah menuju Pulau Sawi. Dengan membawa perbekalan makanan yang cukup, kami menyebrangi laut menuju pulau sawi menggunakan kapal kecil. Kapal ini kami sewa seharga lima ratus ribu rupiah. Mmmmm…. Cukup terjangkau menurut saya. Tidak cukup lama, kurang lebih 45 menit kapal kami diombang ambing ombak laut. Sekali lagi, it’s my lucky day, ombak tidak besar hari itu. Dan benar ternyata yang dikatakan beberapa teman saya yang sudah pernah mengunjungi pulau ini, baru lima belas menit perjalanan, kami sudah disuguhkan nuansa laut yang berwana biru kehijauan bersih. Laut yang sangat jernih dan tenang ini, membuat saya gemes sendiri dan langsung ingin nyebur untuk berenang.

Finally, saya tiba juga di Pulau impian. Baru saja kaki ini berpijak didermaga pulau, rasa takjub yang tadinya takjub, kini bertambah jadi lebih takjub. Terumbu karang dan ikan-ikan masih bisa terlihat walau kedalaman laut hampir mencapai dua meter. Dan pemandangan seperti ini bisa saya temukan tidak perlu jauh-jauh menyebrang pulau Kalimantan. Kini sudah dapat saya jumpai di kota kelahiran saya!






Foto-foto diatas adalah suasana dermaga di Pulau sawi. Cuaca cerah membuat langit membiru dengan sempurna. Gugusan awan yang menawan tak saya lewatkan begitu saja untuk mengabadikannya.

Karna kami sampai sudah menjelang sore, tidak selang berapa lama sunsetpun tiba. Dan tentu saja, moment ini tidak akan terlewatkan begitu saja bagi ‘sunset and silhouette lovers’ untuk mengabadikannya dalam sebuah gambar. Untuk foto sunset, saya tidak hanya manampilkan jepretan saya. Jepretan sahabat saya yang satu ini sangat sayang sekali untuk tidak ditampilakan dalam cerita ini, karna saya termasuk penggemar berat hasil jepretan beliau, terutama jepretan ‘sunset and silhouette’ nya. Thanks to Mr. Dedeng Ddp for the graet inspiration.



Malam harinya, kami menghabiskan malam dengan bersantai menikmati langit dan taburan bintangnya. Saya menamakannya dengan “tidur beratapkan bintang”. Terang bulan yang menawan semakin menambah keistimewaan suguhan alam malam di Pulau Sawi. Sayangnya tak satu orang pun dari kami mempunyai camera telescope. Yaitu camera yang khusus memotret bintang. Sungguh benar-benar pemandangan yang menakjubkan.

Walau sedikit kurang tidur, tak mengendurkan semangat kami untuk melihat sunrise Pulau Sawi. Kamipun menyiapkan diri dan mencari posisi paling tepat (menurut versi kami) untuk mengabadikan sunrise dalam jepretan camera.




Dan untuk yang ketiga kalinya lagi, it’s the truly my lucky day. Beberapa kali saya menikmati sunrise, saya belum pernah menemukan sunrise seindah di Pulau Sawi hari itu. Langit yang cerah, sinar matahari yang elok, ditambah suasana Pulau Sawi yang segar dipagi hari, sungguh perpaduan yang istimewa bagi pecinta sunrise.
Setelah puas mengambil beberapa jeprean suasana pagi di Pulau sawi, air yang jernih dan segar sungguh sangat menggoda saya untuk segera menceburkan diri. Huuuaaaaa…… Bbrrrrr,.. Adeeemmm rasanya….. Seperti air kolam renang. Bedanya cuma ada rasa asinnya hahahaha

Siang harinya, kami diajak untuk mengunjungi Pulau tetangga yang terletak di sebelah Pulau Sawi. Dan lagi-lagi saya semakin takjub. Pulau ini memang memiliki sejuta pesona. Kali ini kapal kami dikemudikan oleh anak-anak Pulau Sawi. Namanya GF dan Surya (mirip merek rokok ya, hihihihihi). Karna sering beradu dengan matahari, membuat kulit mereka berwarna hitam pekat. Bulu badan dan rambut berwarna kekuningan, cukup eksotik untuk diabadikan. Hehehe. Tapi, oleh karna air yang tidak begitu dalam, kapal kami tidak bisa bermuara ditepian pantai pulau. Jadi ya beginilah, harus melewati laut dengan berjalan kaki basah-basahan. Saya sempat berfikir, jangan-jangan anak-anak ini sengaja mengerjai kami hahaha






Beberapa kali saya sempat mengikuti kegiatan anak-anak pulau sawi dalam keseharian mereka. Suasana laut yang panas serta angin yang kencang membuat mereka kebal sama penyakit. Saya sempat berbincang-bincang dengan mereka, sambil sesekali menjepret ekspresi mereka.
“Dek, nggak pernah sakit ya?”, tanya saya.
“Nggak pernah, kak.”
“Nggak pernah kena Malaria?.” Tanya saya kaget.
“Apa tuh Malaria???.” Jawabnya nggak kalah kaget.
Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, anak-anak ini tidur di malam hari dengan diterpa angin pantai. Terkadang tidur hanya memakai celana pendek, tanpa baju tanpa selimut. Saya membayangkan, kalau saja anak-anak di daerah kota tidurnya kayak gitu, saya pastikan besoknya langsung daftar nomer antrian ke dokter anak. Huuffhh… Jangankan anak-anak, kami yang sudah berumur diatas 20 tahun masih ada tuh yang bangun pagi-pagi langsung masuk angin. Beberapa moment anak-anak Pulau Sawi yang saya abadikan dalam jepretan.



Dua hari satu malam rasanya belum cukup untuk menikmati pesona pulau ini. Dan saya berjanji pada diri sendiri akan kembali lagi ke Pulau ini nanti. Bersama sahabat-sahabat yang menyenangkan tentunya. Berbagi keindahan, berbagi kebahagiaan bersama indahnya Pulau Sawi.

Inilah Pulau Sawi dengan sejuta pesonanya. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Semoga apa yang saya suguhkan ini bisa menambah inspirasi wisata anda. Salam jepret!