Suatu ketiaka saya pernah
terlibat obrolan ringan dengan seseorang. Kalimat pertama yang saya lontarkan
cukup sederhana,
Saya : “Kamu pernah kehilangan seseorang?”.
Seseorang : “Pernah”.
Saya : “Rasanya
kayak apa?”
Seseorang : “Seperti kehilangan separuh hidup”
Saya : Speechless….
Ntah mungkin ia tersenyum tipis
atau mungkin wajahnya tanpa ekspresi, saya tidak tau pasti. Karena obrolan kami
lakukan via layanan messanger. Jawabannya terus mengiang
dalam ingatan saya. Dan itu terbawa hingga sekarang.
Ada sebuah kejadian yang membuat
saya semakin sadar, bahwa kehilangan itu memang begitu sulit untuk diterima
dengan seketika. Pasti ada penolakan diawal.
Beberapa waktu lalu saya
menghabiskan weekend bersama
sahabat-sahabat saya. Kami sengaja memilih pantai untuk menikmati weekend waktu itu. Seperti biasa, acara
kumpul bareng selalu diwarnai canda tawa, dan hunting makanan enak pastinya. Sesampai diloksi kami mencari mesjid
terdekat untuk sholat dzuhur sebentar. Ntah bagaimana kejadiannya, saya merasa
kehilangan handphone setelah sholat.
Cukup aneh memang kejadiannya. Karena hanya berselang beberapa menit saja, handphone itu raib ntah kemana. Lucunya,
sementara sahabat-sahabat saya memikirkan kronologi kejadian yang tidak masuk
akal itu, pikiran saya malah menerawang pada kalimat obrolan saya dengan
seseorang beberapa waktu lalu itu. Kehilangan handphone memang membuat saya agak sedikit kesal. Wajar ya, namanya
juga kita kehilangan barang. Apalagi barang itu yang selalu menemani aktifitas
sehari-hari. Nah, bagaimana halnya jika kondisi yang sama terjadi tetapi pada
seseorang yang kita cintai. Menghilang, tiba-tiba. Saya jadi berfikir serius
waktu itu. Memabayangkan sedikit dan merasakan. Sungguh, rasa sakitnya akan
lebih dari sekedar kehilangan barang kesayangan tentunya.
Ya… mungkin benar katanya,
kehilangan seseorang yang kita cintai, “seperti kehilangan separuh hidup” kita.
Dan seketika pula, hidup akan menjadi tidak bergairah. Serba malas mau ini-itu.
Hambar. Kosong. Hampa. Nelangsa seketika.
Teringat kembali pembicaraan kami
waktu itu, saya kembali bertanya,
Saya
: “Berapa lama ‘rasa itu’
bisa hilang?”
Seseorang
: “Dua tahunan.”
Wow… kebayang nggak sih dua tahun
hidup dalam kenelangsaan??? Serius saya tak dapat membayangkannya. Apakah anda
pernah merasakan? Atau anda baru saja mengalaminya?. Terus terang, saya pribadi
belum pernah.
Tema ini menarik perhatian saya.
Semenjak pembicaraan saya dengan seseorang tersebut, banyak pertanyaan yang
berjubel dikepala saya menuntut untuk dijawab. Bagaimana mengatasi hati yang
nelangsa karena kehilangan? Bagaiman kehidupan setelahnya? Haruskah kita terus
menerus terperangkap dalam keterpurukan? Andaikata ‘Kehilangan’ itu terjadi
pada saya, haruskah saya juga akan nelangsa berkepanjangan?.
Iseng, saya melakukan riset kecil
untuk menemukan jawabannya. Diskusi dengan beberapa sahabat, menonton film,
membaca beberapa buku, novel –yang pasti berkaitan dengan tema tersebut-, dan
kejadian terakhir (kehilangan handphone)
membuat saya sepenuhnya aware bagaimana
seharusnya menyikapi kehilangan.
Dan satu kesimpulan yang saya
ambil yaitu, cara terbaik dalam
menyikapi ‘kehilangan’ adalah dengan merelakannya.
Satu hal terkadang yang membuat
kita begitu terpukul saat menghadapi kehilangan adalah kita lupa untuk bersyukur.
Lupa bahwa kita telah dianugerahi cinta, dan lupa untuk menghargai cinta itu
sendiri. Lupa bersyukur bahwa kita pernah merasakan mencintai seseorang. Pernah
merasakan rindu, marah, sedih, sayang, kesal, cemburu. Kita telah lupa
bagaimana kita mendapatkan cinta itu dan berjuang untuknya. Sehingga kehilangan
itu yang menyadarkan, bahwa betapa berartinya seseorang itu dalam hidup kita,
dan ternyata kita memang benar-benar mencintainya, dan semakin mencintainya.
Sulit? Tentu saja. Tidak mudah
untuk melewati itu semua. Tetapi semua akan menjadi mudah jika kita mau belajar
untuk mensyukurinya. Nikmatilah semua rasa yang ada, rasa sakitnya, semakin
mencintainya, lalu kemudian tiba-tiba merindukannya, mengenang senyumnya,
mengenang kebersamaan dengannya, semua akan terasa lebih nikmat jika kita sudah
merelakannya...
Foto berikut ini terinspirasi
dari rasa kehilangan itu sendiri. Saya abadikan dari berbagai moment.
Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011
Ibu-ibu tukan sapu kota. Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011
Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011
Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011
Tulisan yang sederhana ini tidak
ada maksud untuk mengajari. Setulus hati untuk mengingatkan bagi siapa saja
yang lupa. Dan suatu saat nanti, ketika saya juga lupa, saya berharap siapa
saja yang membaca tulisan ini bisa mengingatkan saya kembali.
Selamat menikmati cinta. Sungguh,
mencintai itu menghangatkan jiwa….
“Even though the Lovers be gone, Love shall not.”
Jessica Huawei
(Novelis)
Tulisan
ini didedikasikan untuk:
Sahabat-sahabat saya yang kehilangan
orang-orang yang mereka cintai. Ayah, Ibu, sahabat terkasih, Kakak, Adik, serta
pasangan hidup. Semoga cinta kalian tak pernah padam. Terus bersinar seperti
matahari yang selalu menghangatkan bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar