Pulau yang kabarnya masih virgin
ini membuat saya memasukkannya dalam daftar tempat yang wajib saya kunjungi. Dan setelah menunggu sekian lama, lalu beberapa kali
rencana yang nyaris batal, akhirnya saya pergi juga mengunjungi pulau ini.
Pulau ini dinamakan Pulau Sawi. Saya
pikir orang-orang sekitar saja yang iseng dengan memberikan nama itu. Tapi ternyata
tidak, dinamakan Pulau Sawi karna memang dulu pulau itu tempat bercocok
tanamnya sawi. Menurut informasi yang saya dapat, Pulau Sawi pada saat itu
menjadi tempat produksi sawi terbesar di daerah tersebut. Bahkan sampai
mengirim hasil panen mereka ke luar daerah. Namun karna seiring dengan
perkembangan jaman, masarakat di Pulau ini mulai kehilangan pasar. Produksi
sayur sawi mudah didapat dimana saja. Hingga pada akhirnya masyarakat Pulau
Sawi tidak lagi bercocok tanam sawi, sehingga mereka (penduduk Pulau Sawi)
mengalihkan matapencaharian mereka.
Pulau ini dihuni kurang lebih tiga
puluh kepala keluarga. Rata-rata penduduk bermatapencaharian sebagai nelayan.
Ada juga beberapa yang mengolah kelapa menjadi minyak goreng. Ntah dari tahun
berapa mereka menghuni pulau ini. Yang jelas, tidak seperti kota kebanyakan
yang penduduknya terus bertambah dari tahun ke tahun. Banyak generasi baru pulau
ini yang pindah merantau ke kota dan memilih untuk menetap disana. Yaa… Nggak
banyak sih info yang saya dapat tentang Pulau Sawi. Saya terlalu terbuai dengan
pulau ini. Harap maklum ya, hehehe. Kalau mau tau lebih banyak, saran saya langsung
datang saja ke lokasi.
Petualangan ini tentunya tidak
saya lakukan sendiri. Bersama temen-temen Ketapang Photographer Community (KPC),
perjalanan kami tempuh dalam waktu dua jam dari kota Ketapang menuju desa Sei
Tengar. Kami merasa beruntung hari itu, karna cuaca panas mengiringi perjalanan
kami, walaupun paginya hujan deras sempat membasahi kota beberapa jam.
Sei Tengar adalah sebuah Desa
kecil di kecamatan Kendawangan, tempat singgah menuju Pulau Sawi. Dengan
membawa perbekalan makanan yang cukup, kami menyebrangi laut menuju pulau sawi
menggunakan kapal kecil. Kapal ini kami sewa seharga lima ratus ribu rupiah.
Mmmmm…. Cukup terjangkau menurut saya. Tidak cukup lama, kurang lebih 45 menit
kapal kami diombang ambing ombak laut. Sekali lagi, it’s my lucky day, ombak tidak besar hari itu. Dan benar ternyata
yang dikatakan beberapa teman saya yang sudah pernah mengunjungi pulau ini,
baru lima belas menit perjalanan, kami sudah disuguhkan nuansa laut yang berwana biru kehijauan bersih. Laut yang sangat jernih dan tenang ini, membuat saya gemes sendiri dan
langsung ingin nyebur untuk berenang.
Finally, saya tiba juga di Pulau impian. Baru saja kaki ini
berpijak didermaga pulau, rasa takjub yang tadinya takjub, kini bertambah jadi lebih takjub. Terumbu karang dan
ikan-ikan masih bisa terlihat walau kedalaman laut hampir mencapai dua meter.
Dan pemandangan seperti ini bisa saya temukan tidak perlu jauh-jauh menyebrang
pulau Kalimantan. Kini sudah dapat saya jumpai di kota kelahiran saya!
Foto-foto diatas adalah suasana
dermaga di Pulau sawi. Cuaca cerah membuat langit membiru dengan sempurna.
Gugusan awan yang menawan tak saya lewatkan begitu saja untuk mengabadikannya.
Karna kami sampai sudah menjelang
sore, tidak selang berapa lama sunsetpun
tiba. Dan tentu saja, moment ini tidak akan terlewatkan begitu saja bagi ‘sunset and silhouette lovers’ untuk
mengabadikannya dalam sebuah gambar. Untuk foto sunset, saya tidak hanya manampilkan jepretan saya. Jepretan
sahabat saya yang satu ini sangat sayang sekali untuk tidak ditampilakan dalam cerita ini, karna saya termasuk penggemar berat hasil jepretan beliau, terutama
jepretan ‘sunset and silhouette’ nya. Thanks to Mr. Dedeng Ddp for the graet
inspiration.
Malam harinya, kami menghabiskan
malam dengan bersantai menikmati langit dan taburan bintangnya. Saya menamakannya
dengan “tidur beratapkan bintang”. Terang bulan yang menawan semakin menambah
keistimewaan suguhan alam malam di Pulau Sawi. Sayangnya tak satu orang pun
dari kami mempunyai camera telescope.
Yaitu camera yang khusus memotret bintang. Sungguh benar-benar pemandangan yang
menakjubkan.
Walau sedikit kurang tidur, tak
mengendurkan semangat kami untuk melihat sunrise
Pulau Sawi. Kamipun menyiapkan diri dan mencari posisi paling tepat (menurut
versi kami) untuk mengabadikan sunrise
dalam jepretan camera.
Dan untuk yang ketiga kalinya
lagi, it’s the truly my lucky day.
Beberapa kali saya menikmati sunrise,
saya belum pernah menemukan sunrise
seindah di Pulau Sawi hari itu. Langit yang cerah, sinar matahari yang elok,
ditambah suasana Pulau Sawi yang segar dipagi hari, sungguh perpaduan yang
istimewa bagi pecinta sunrise.
Setelah puas mengambil beberapa
jeprean suasana pagi di Pulau sawi, air yang jernih dan segar sungguh sangat
menggoda saya untuk segera menceburkan diri. Huuuaaaaa…… Bbrrrrr,.. Adeeemmm
rasanya….. Seperti air kolam renang. Bedanya cuma ada rasa asinnya hahahaha
Siang harinya, kami diajak untuk
mengunjungi Pulau tetangga yang terletak di sebelah Pulau Sawi. Dan lagi-lagi
saya semakin takjub. Pulau ini memang memiliki sejuta pesona. Kali ini kapal
kami dikemudikan oleh anak-anak Pulau Sawi. Namanya GF dan Surya (mirip merek
rokok ya, hihihihihi). Karna sering beradu dengan matahari, membuat kulit
mereka berwarna hitam pekat. Bulu badan dan rambut berwarna kekuningan, cukup
eksotik untuk diabadikan. Hehehe. Tapi, oleh karna air yang tidak begitu dalam,
kapal kami tidak bisa bermuara ditepian pantai pulau. Jadi ya beginilah, harus
melewati laut dengan berjalan kaki basah-basahan. Saya sempat
berfikir, jangan-jangan anak-anak ini sengaja mengerjai kami hahaha
Beberapa kali saya sempat
mengikuti kegiatan anak-anak pulau sawi dalam keseharian mereka. Suasana laut
yang panas serta angin yang kencang membuat mereka kebal sama penyakit. Saya
sempat berbincang-bincang dengan mereka, sambil sesekali menjepret ekspresi
mereka.
“Dek, nggak
pernah sakit ya?”, tanya saya.
“Nggak pernah,
kak.”
“Nggak pernah
kena Malaria?.” Tanya saya kaget.
“Apa tuh
Malaria???.” Jawabnya nggak kalah kaget.
Saya menyaksikan dengan mata
kepala saya sendiri, anak-anak ini tidur di malam hari dengan diterpa angin
pantai. Terkadang tidur hanya memakai celana pendek, tanpa baju tanpa selimut. Saya
membayangkan, kalau saja anak-anak di daerah kota tidurnya kayak gitu, saya
pastikan besoknya langsung daftar nomer antrian ke dokter anak. Huuffhh…
Jangankan anak-anak, kami yang sudah berumur diatas 20 tahun masih ada tuh yang
bangun pagi-pagi langsung masuk angin. Beberapa moment anak-anak Pulau Sawi yang saya
abadikan dalam jepretan.
Dua hari satu malam rasanya belum
cukup untuk menikmati pesona pulau ini. Dan saya berjanji pada diri sendiri
akan kembali lagi ke Pulau ini nanti. Bersama sahabat-sahabat yang menyenangkan
tentunya. Berbagi keindahan, berbagi kebahagiaan bersama indahnya Pulau Sawi.
Inilah Pulau Sawi dengan sejuta
pesonanya. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Semoga apa yang saya
suguhkan ini bisa menambah inspirasi wisata anda. Salam jepret!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar