Bagi Lestari, cinta adalah salah satu kekuatan untuk ia menegakkan kaki dengan tegap di bumi ini. Belakangan ia sering merenungi perasaannya sendiri. Memang sering ia melakukan itu. Tapi untuk kali ini, setelah perjalanan puluhan tahun yang melelahkan, ini merupakan sebuah perenungan yang panjang. Perenungan atas kesalahan, atas keinginan, atas kelalaian, atas usaha dalam memahami perasaannya.
Sebuah ungkapan dari seorang penulis yang
pernah ia baca dari sebuah buku, bahwa perasaan itu seperti laut, jika sudah
tidak terkendali akan menghancurkan. Kalimat itu terus menerus terngiang dalam
ingatan lestari. Mengusik memori dalam pikirannya yang kini ia harus renungi.
Lestari telah tiba disebuah persinggahan tempat
ia biasa membunuh waktu dengan ditemani pemikiran-pemikirannya. Lengkaplah
sudah rasa di hari ini, pikir Lestari. Langkah kaki nya lunglai memikirkan
perasaannya. Ia terjebak dalam imaji hatinya sendiri. Kini ia tidak bisa lagi
menyadari apa yang ia rasa sesungguhnya.
Mungkin saja, ia hanya jatuh cinta pada
imajinasinya sendiri, pikir Lestari. Imajinasi tentang seseorang yang ada
dipikirannya saat ini. Bukan jatuh cinta secara penuh, secara nyata. Oleh
karena itu, ia tersiksa setiap kali kenyataan yang ada tidak sesuai dengan
adegan dikepalanya. Membuat hatinya lebih patah dari patah hati.
Angin sore hari itu sangat sepoi-sepoi. Pikiran
Lestari seperti biasa melanglangbuana. Lestari menghela nafas panjang. Cinta
yang telah jatuh di dadanya menancap dan ia tak bisa lagi mengelak. Sepanjang
waktu ia hanya memikirkan seseorang yang ada dikepalanya….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar