Kamis, 21 Agustus 2014

KETIKA SANG PENCINTA "PERGI"

Suatu ketiaka saya pernah terlibat obrolan ringan dengan seseorang. Kalimat pertama yang saya lontarkan cukup sederhana,
Saya                : “Kamu pernah kehilangan seseorang?”.
Seseorang        : “Pernah”.
Saya                :  “Rasanya kayak apa?”
Seseorang        : “Seperti kehilangan separuh hidup”
Saya                : Speechless….

Ntah mungkin ia tersenyum tipis atau mungkin wajahnya tanpa ekspresi, saya tidak tau pasti. Karena obrolan kami lakukan via layanan messanger. Jawabannya terus mengiang dalam ingatan saya. Dan itu terbawa hingga sekarang.

Ada sebuah kejadian yang membuat saya semakin sadar, bahwa kehilangan itu memang begitu sulit untuk diterima dengan seketika. Pasti ada penolakan diawal.
Beberapa waktu lalu saya menghabiskan weekend bersama sahabat-sahabat saya. Kami sengaja memilih pantai untuk menikmati weekend waktu itu. Seperti biasa, acara kumpul bareng selalu diwarnai canda tawa, dan hunting makanan enak pastinya. Sesampai diloksi kami mencari mesjid terdekat untuk sholat dzuhur sebentar. Ntah bagaimana kejadiannya, saya merasa kehilangan handphone setelah sholat. Cukup aneh memang kejadiannya. Karena hanya berselang beberapa menit saja, handphone itu raib ntah kemana. Lucunya, sementara sahabat-sahabat saya memikirkan kronologi kejadian yang tidak masuk akal itu, pikiran saya malah menerawang pada kalimat obrolan saya dengan seseorang beberapa waktu lalu itu. Kehilangan handphone memang membuat saya agak sedikit kesal. Wajar ya, namanya juga kita kehilangan barang. Apalagi barang itu yang selalu menemani aktifitas sehari-hari. Nah, bagaimana halnya jika kondisi yang sama terjadi tetapi pada seseorang yang kita cintai. Menghilang, tiba-tiba. Saya jadi berfikir serius waktu itu. Memabayangkan sedikit dan merasakan. Sungguh, rasa sakitnya akan lebih dari sekedar kehilangan barang kesayangan tentunya.

Ya… mungkin benar katanya, kehilangan seseorang yang kita cintai, “seperti kehilangan separuh hidup” kita. Dan seketika pula, hidup akan menjadi tidak bergairah. Serba malas mau ini-itu. Hambar. Kosong. Hampa. Nelangsa seketika.
Teringat kembali pembicaraan kami waktu itu, saya kembali bertanya,
            Saya                : “Berapa lama ‘rasa itu’ bisa hilang?”
            Seseorang        : “Dua tahunan.”
           
Wow… kebayang nggak sih dua tahun hidup dalam kenelangsaan??? Serius saya tak dapat membayangkannya. Apakah anda pernah merasakan? Atau anda baru saja mengalaminya?. Terus terang, saya pribadi belum pernah.

Tema ini menarik perhatian saya. Semenjak pembicaraan saya dengan seseorang tersebut, banyak pertanyaan yang berjubel dikepala saya menuntut untuk dijawab. Bagaimana mengatasi hati yang nelangsa karena kehilangan? Bagaiman kehidupan setelahnya? Haruskah kita terus menerus terperangkap dalam keterpurukan? Andaikata ‘Kehilangan’ itu terjadi pada saya, haruskah saya juga akan nelangsa berkepanjangan?.
Iseng, saya melakukan riset kecil untuk menemukan jawabannya. Diskusi dengan beberapa sahabat, menonton film, membaca beberapa buku, novel –yang pasti berkaitan dengan tema tersebut-, dan kejadian terakhir (kehilangan handphone) membuat saya sepenuhnya aware bagaimana seharusnya menyikapi kehilangan.

Dan satu kesimpulan yang saya ambil yaitu, cara terbaik dalam menyikapi ‘kehilangan’ adalah dengan merelakannya.
Satu hal terkadang yang membuat kita begitu terpukul saat menghadapi kehilangan adalah kita lupa untuk bersyukur. Lupa bahwa kita telah dianugerahi cinta, dan lupa untuk menghargai cinta itu sendiri. Lupa bersyukur bahwa kita pernah merasakan mencintai seseorang. Pernah merasakan rindu, marah, sedih, sayang, kesal, cemburu. Kita telah lupa bagaimana kita mendapatkan cinta itu dan berjuang untuknya. Sehingga kehilangan itu yang menyadarkan, bahwa betapa berartinya seseorang itu dalam hidup kita, dan ternyata kita memang benar-benar  mencintainya, dan semakin mencintainya.
Sulit? Tentu saja. Tidak mudah untuk melewati itu semua. Tetapi semua akan menjadi mudah jika kita mau belajar untuk mensyukurinya. Nikmatilah semua rasa yang ada, rasa sakitnya, semakin mencintainya, lalu kemudian tiba-tiba merindukannya, mengenang senyumnya, mengenang kebersamaan dengannya, semua akan terasa lebih nikmat jika kita sudah merelakannya...

Foto berikut ini terinspirasi dari rasa kehilangan itu sendiri. Saya abadikan dari berbagai moment.

 Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011


 Ibu-ibu tukan sapu kota. Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011

 Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011

Pangkalanbun, Kal-Teng | Oct 2011

Tulisan yang sederhana ini tidak ada maksud untuk mengajari. Setulus hati untuk mengingatkan bagi siapa saja yang lupa. Dan suatu saat nanti, ketika saya juga lupa, saya berharap siapa saja yang membaca tulisan ini bisa mengingatkan saya kembali.
Selamat menikmati cinta. Sungguh, mencintai itu menghangatkan jiwa….

“Even though the Lovers be gone, Love shall not.”
Jessica Huawei
(Novelis)


Tulisan ini didedikasikan untuk:

Sahabat-sahabat saya yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Ayah, Ibu, sahabat terkasih, Kakak, Adik, serta pasangan hidup. Semoga cinta kalian tak pernah padam. Terus bersinar seperti matahari yang selalu menghangatkan bumi.

Tidak ada komentar: